Perubahan Sosial pada Masyarakat Muna dalam Tradisi Katoba - Ukhy Knowledge

Saturday, 30 May 2015

Perubahan Sosial pada Masyarakat Muna dalam Tradisi Katoba

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan keberanekaragam budayanya. Yang memiliki lebih dari 10.000 pulai dari Sabang sampai meraoke. Indonesia memiliki kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda. Dari satu daerah ke daerah lain pasti memiliki perbedaan dalam kebudayaan seperti, Senjata Tradisional, Pakaian adat, upacara adat, bahkan sampai dengan makanan khas pun. Kebudayaan yang sudah ada dari zaman dulu sampai sekarang dan diwariskan dari generasi kegenerasi.
Selain itu Indonesia juga sangat kaya dengan bahasa-bahasa daerah yang jumlahnya juga tak sedikit. Indonesia juga memiliki banyak tradisi-tradisi yang jumlahnya juga sangat banyak di Indonesia. Salah satunya adalah tradisi Lisan. Tradisi lisan yang merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dilaksanakan dengan menggunakan bahasa-bahasa daerah yang mengekspresikan isi kebudayaan daerah yang bersangkutan. Antara tradisi satu dan tradisi yang lainnya banyak memiliki persamaan dan kesejajaran, tetapi disamping itu setiap tradisi juga memiliki perbedaan-perbedaan dari ciri dan khasnya yang membedakan tradisi setiap daerah seperti tradisi Katoba yang ada di kabupaten Muna Sulawesi tenggara.
Indonesia juga terkenal juga dengan struktur masyarakat majemuk  Secara vertikal dan horizontal. Seperti yang ada di daerah Muna, Secara vertikal, struktur sosial masyarakat indonesia ditandai oleh adanya perbedaan sosial antara kelas atas dan kelas bawah yang sangat tajam. (Nasikun:1998). Hal inilah yang menyebabkan kebudayaan di Indonesia mulai terkikis sedikit demi sedikit bahkan ada yang sudah menghilang. Seperti Upacara Keagamaan Suku Etnis Muna yaitu Katoba.

1.2. Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka pada tulisan ini hendak mencari jawaban terhadap pertanyaan:
1.      Apa yang dimaksud dengan Katoba?
2.      Bagaimana Proses pengadaan Katoba?
3.      Bagaimana Perubahan Sosial pada Masyarakat Muna dalam Tradisi Katoba ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1              Pengertian Katoba 
Katoba berasal dari toba. Dalam bahasa arab toba dikenal sebagai taubah yang berarti menyesali perbuatan. Secara harfiah yang berarti menyesali seluruh perbuatan yang pernah dilakukan dan berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Sedangkan dalam bahasa indonesia dikenal sebagai taubat. Dalam Islam orang yang sudah bertaubat orang yang akan kembali ke dalam ajaran islam  dengan melaksanakan semua perintah Allah S.W.T dan menjauhi larangan-Nya. Menurut masyarakat Muna kata toba dapat berarti suci, yaitu mengembalikan sesuatu menjadi suci kembali.
Pada zaman dahulu dalam masyarakat Muna, anak yang belum di-Katoba belum diperkenankan untuk menyentuh kitab Alqur’an, masuk ke dalam mesjid ataupun mendirikan sholat sebab anak tersebut belum suci. Namun saat ini seorang anak walaupun belum ‘dikatoba’ sudah dapat belajar membaca Al Qur’an, belajar sholat, berpuasa dan lain-lain.
Katoba merupakan upacara yang diadakan untuk anak-anak yang telah melakukan khitan atau sunat. Menurut pandangan masyarakat Muna, penyunatan yang dirangkaikan dengan katoba adalah wajib bagi setiap anak yang menjelang dewasa yang biasa dilakuakan pada anak-anak (laki-laki dan perempuan) yang baru beranjak usia dewasa (7- 10 tahun). dan hal ini telah berlangsung secara turun temurun, dengan kata lain telah mentradisi.
Menurut sejarahnya, upacara ini sudah diadakan sejak zaman dahulu disaat pemerintahan raja yang ke-16 yang bernama La Ode Abdul Rahman dengan gelar Sangia Latugho (1671 – 1718). Menurut banyak orang masyarakat Muna memperkirakan bahwa raja Laode Abdul Rahman menerima tradisi ini dari seorang sufi keturunan arab yang sedang berdagang di Muna benama Syarif Muhammad yang biasa dikenal dengan nama Shaidi Raba.
2.2              Proses  Katoba
Katoba adalah salah satu tradisi lisan masyarakat Muna. Sebuah tuturan tentang Katoba yang telah menjadi tradisi. Tuturan ini disampaikan oleh seroang tokoh agama yang merangkap tokoh adat dan yang menerima adalaha anak-anak (Laki-laki dan perempuan) yang telah menyelesaikan khitan atau sunat. Tuturan ini dilakasanakan dengan menggunakan bahasa Muna yang memperlihatkan tentang kebudayaan Muna selain memperlihatkan ciri ketradisian juga memperlihatkan ciri kelisanan. Adapun isi tuturan tentang katoba adalah sebagai berikut:
2.2.1    Kata Pembuka
Pada bagian ini, imam menyampaikan kepada hadirin (orang tua atau wali anak yang ditoba, kerabat dekat dan pemangku anak). Perihal kata-kata tobat kepada anak yang akan ditoba.
2.2.2                    Mengucapkan Kalimat Istighfar
Setelah mengucapkan kata-kata pembukaan, baik yang ditujukan kepada hadirin maupun kepada anak yang akan ditoba, kemudian mengucapkan kalimat istighfar yang ditujukan kepada anak-anak yang ditoba. Kalimat ini disampaikan sampai tiga kali, setiap kali diulangi atau ditirukan oleh anak-anak yang ditoba.
2.2.3                    Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat
Pengucapan lafal dua kalimat syahadat oleh imam sama dengan pengucapkan pada lafal kalimat istighfar, yaitu diucapkan sebanyak tiga kali, kemudian setiap kali diulangi atau ditirukan oleh anak-anak yang ditoba. perbedaannya adalah kalimat istighfar diucapkan dalam satu kesatuan sedangkan pengucapan dua kalimat syahadat tidak dilakukan dalam satu kesatuan, akan tetapi terdapat satu kali penghentian.

2.2.4                    Mengucapkan Arti Kalimat Syahadat dalam Bahasa Muna
Setelah mengucapkan dua kalimat dalam bahasa Arab kemudian imam mengucapkan artinya dalam bahasa Muna. pengucapan ini tidak lagi ditirukan atau diulangi oleh anak-anak yang ditoba sebagaimana pengucapan pada kalimat istighfar dan dua kalimat syahadat seperti tersebut di atas, akan tetapi anak-anak menjawab dengan jawaban ”umbe” .
2.2.5                    Menyampaikan Nasihat Tentang Ajaran Adat dan Agama Secara Terintegrasi
Nasihat ini disampaikan oleh imam kepada anak yang ditoba, anak menjawab ”Umbe” sebagai pertanda pengakuan atau keyakinan.

2.3              Analisa Konflik dalam tradisi Katoba
2.3.1                    Teori Perubahan sosial.
a.      Pengertian Perubahan Sosial
Menurut Aguste Comte, dinamika sosial (perubahan social) yang paling menonjol adalah upaya mengganti gagasan-gagasan lama dengan konsep-konsep positif dan ilmiah yang merupakan bagian dari Perkembangan ilmu pengetahuan.  Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam suatu lingkungan sosial yang meliputi berbagai unsur dan menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem sosial dalam lingkungan tersebut. Perubahan Sosial melitputi perubahan struktur dan fungsi masyarakat, termasuk diantaranya nilai – nilai sosial, norma, dan berbagai pola dalam kehidupan manusia.
b.      Proses Perubahan Sosial
Dalam bukunya Salim (2002:20) mengutip bahwa: “ Menurut Roy Bhaskar, perubahan sosial biasanya terjadi secara wajar (naturaly), gradual, bertahap serta tidak pernah terjadi secara radikal atau revolusioner. Proses perubahan sosial meliputi : Proses Reproductions dan Proses Transcormations.”
Proses Reproductions adalah suatu proses mengulangi kembali segala hal yakni warisan-warisan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang dari masa kemasa yang telah kita terima secara material ataupun immaterial (Salim. 2002:20).  Dalam menjalani kehidupan umumnya dan khususnya kebudayaan ini, selalu ada perubahan yang terjadi dalam terhadap masyrakat dalam menjalaninya. Tidak menuntut bahwa pada zaman sekarang, perilaku masyarakat sama dengan perilakunya  pada zaman dahulu. Jadi, dalam proses menjalani warisan-warisan kebudayaan ini selalu berubah dari zaman ke zaman.
kemudian  Salim (2002:21) mengutip tentang proses Transformations, sebagai berikut:
“Proses Transformations, adalah suatu proses penciptaan hal yang baru (something new) yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan dan teknologi (tools and technologies), yang berubah adalah aspek budaya yang sifatnya material, sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali diadakan perubahan (bahkan ada kecendrungan untuk dipertahankan untuk dipertahankan).”

c.       Faktor perubahan sosial

Menurut Sunanta (2010:33) menjelaskan bahwa Ibnu Khaldun meniliti berbagai faktor yang terlibat dalam perubahan sosial, Khaldun meniliti pengaruh lingkungan fisik terhadap manusia, bentuk-bentuk organisasi sosial primitif dan modern, hubungan antar kelompok, dan berbagai fenomena kultural (seperti kesenian, kerajinan, dan lain-lain).
d.      Teori Perubahan Sosial
Dalam perubahan sosial ada banyak teori-teori yang bersangkutan dengannya. Berikut beberapa teori tentang perubahan sosial
·         Teori Siklus, yaitu teori yang menjelaskan bahwa perubahan sosial bersifat siklus yaitu berputar. Teori ini memandang bahwa perubahan sosial sebagai sesuatu yang berulang-ulang. Dan memandang bahwa perubahan sosial tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir.
·         Teori Perkembangan (linier), yaitu teori Perubahan sebagai perkembangan (linear) adalah bahwa pada dasarnya setiap masyarakat walau secara lambat namun pasti akan selalu bergerak, berkembang, dan akhirnya berubah dari struktur sosial yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks maju dan modern.( Rizka, 2015: 5-6)
2.3.2                    Perubahan sosial pada masyarakat Muna dalam Tradisi Katoba
Seiring perkembangan zaman yang semakin canggih dan modern. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna tidak pernah merasa puas dan selalu menginginkan sesuatu yang baru, sehingga dalam menjalani kehidupan ini selalu ada seseuatu yang baru secara nampak maupun yang tidak nampak. Nilai-nilai kebudayaan di Indonesia sudah mulai terkikis bahkan menghilang akibat perkembangan teknologi ini. Seperti yang terjadi pada Masyarakat Muna yang selalu bergerak, berkembang, bahkan berubah secara sturuktur sosial hingga mempengaruhi norma-norma, adat istiadat, kebudayaan, dan lain-lain.
 Dalam melaksanakan kebudayaan-kebudayaan-nya, masyarakat Muna  banyak mengalami pertentangan dan perselisihan. Antara masyarakat modern dan masyarakat tradisional ada perbedaan pendapat mengenai kebudaayan maupun tradisi yang ada di Muna. kebanyakan masyarakat modern sekarang sudah tidak mengadakan tradisi-tradisi kebudayaan seperti Katoba. Menurut mereka kebudayaan ini adalah cuman kebudayaan orang-orang dulu. Sehingga mereka sudah tidak melaksanakan upacara tradisi Katoba ini lagi. Berbeda dengan masyarakat tradisional yang dalam menjalani kehidupan ini, selalu melaksanakan tradisi ini, walaupun dalam pengadaan selalu muncul sesuatu yang baru, seperti tamu undangan memberikan sebuah amplok yang berisi uang dan lain-lain. Dalam proses mengulangi kembali tradisi-tradisi kebudayaan selalu muncul sesuatu yang baru yang dihasilkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman sekarang. Faktor penyebab perubahan sosial ini berasal dari masyarakat Muna sendiri.
Bentuk perubahan yang terjadi pada masyarakat muna termasuk perubahan sosial yang tidak di kehendaki dan tidak direncanakan. Perubahan ini terjadi secara natural dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan serba instant. Secara teori, perubahan sosial yang terjadi pada masyarkat Muna  termasuk teori perkembangan (linear), karena teori ini memandang bahwa pada dasarnya secara cepat atau lambat manusia akan berkembang seiring perkembangan zaman dengan sifat ketidakpuasan manusia yang selalu ingin maju yang akhirnya berubah dari struktur sosial yang sederhana menuju yang lebih kompleks dan modern.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Tradisi Katoba adalah tradisi lisan kebudayaan suku etnis Muna yang merupakan upacara yang dilaksanakan untuk anak-anak yang telah melaksanakan khitan atau sunnat. Biasanya anak-anak yang diwajibkan adalah sudah mencapai umur 7-10 tahun. Katoba adalah bertaubat, atau kembali suci lagi. Acara ini dilaksanakan dengan seseorang imam yang dipercayakan memiliki otoritas keilmuan atas agama Islam untuk memberi tuturan-tuturan kata untuk anak yang bersangkutan.
Dengan perkembangan zaman ini, masyarakat akan selalu merasakan ingin perubahan atau kemajuan. Begitupun yang terjadi pada masyarakat etnis suku Muna. Sehingga masyarakat ini terbagi dalam suatu struktur kelompok elite antara masyarakat modern dan masyarakat tradisional. Hal ini berdampak kepada kebudayaan-kebudayaan Muna yang menjadi jarang di laksanakan. Karena masyarakat modern merasa lebih maju, mereka beranggapan bahwa kebudayaan ini adalah hanya dilaksanakan oleh orang-orang dulu.
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Muna suah mulai berjalan dan berkembang seperti dalam pelaksanaan tradisi Katoba. Faktor penyebab perubahan sosial yang terjadi ini berasal dari masyarakat Muna sendiri. Pertentangan dan perselisihan (konflik) antara masyarakat Muna mengenai tradisi ini merupakan faktor penyebab perubahan sosial ini. Perubahan yang terjadi termasuk dalam teori perkembangan (linier). Teori yang memandang bahwa manusia memiliki sifat ketiakpuasan dan ingin selalu berkembang dalam segala hal. Untuk bentuk perubahannya adalah perubahan sosial yang secara tidak sengaja atau tidak direncanakan.





DAFTAR PUSTAKA

La Niampe. 2008. Tuturan Katoba dalam tradisi lisan Muna. Deskripsi Nilai dan Fungsi (Makalah: Disajikan dalam Seminar Internasional Lisan VI Wakatobi.) Kendari : Universitas Haluoleo
Rizka, Novi. Perubahan Sosial ( Makalah materi Ujian Akhir Semester Sistem Sosial Budaya Indonesia Prodi Hubungan Internasional). Ponorogo : Universitas Darussalam Gontor
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial. Yogyakarta : PT Tiara wacana Yogya (Anggota IKAPI)
Suntana, ija. 2010. Kapita Selekta Politik Islam.Bandung : Pustaka Setia



No comments: