Ada beberapa bintang utama dalam film ini
yaitu Revalina S. Temat sebagai Menuk bersama Reza Rahadian sebagai Soleh. Yang
berperan sebagai suami dan istri yang menceritakan kehidupan keluarga muslim yang taat beragama.
Menuk yang bekerja di sebuah restoran untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan Soleh
yang belum mendapatkan pekerjaan. Kemudian Hengky Sulaiman sebagai Tan Kat Sun,
Rio Dewanto sebagai anak dari Tan Kat Sun yaitu Hendra. Keluarga Tan Kat Sun
berasal dari keturunan Tiongkok yang beragama Kong Hu Chu yang berperan sebagai
pemilik restoran Tiongkok dengan menu babi dan non-babinya yang toleran dan
sangat memperhatikan masalah halal-haram bahkan memisahkan alat memasaknya.
Kemudian, sahabat Menuk, Rika yang diperankan
oleh Endhita. Rika berperan sebagai seorang istri yang cerai dengan suaminya.
Selain itu, dia juga telah mengambil suatu keputusan yang sangat berat dalam
hidupnya yaitu pilihannya untuk pindah Agama katholik. Belum lagi anaknya Abi
yang diperankan oleh M Ibrahim yang belum bisa menerima atas keputusan yang diambil
oleh ibunya. Disamping ada seorang sosok lelaki yang datang dalam kehidupannya
yaitu Surya yang diperankan oleh Agus Kuncoro. Surya adalah seorang lelaki yang
memiliki masalah dalam ekonomi, meskipun dia adalah seorang selebriti yang
kurang terkenal yang sering memiliki peran sebagai preman ataupun figuran, tapi
dia selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik. Hingga suatu saat sesuai saran
dari Rika akhirnya dia menerima peran sebagai Yesus meski ia memeluk agama
Islam.
Selain itu ada juga Glenn Fredly sebagai Donny, seorang Katholik
yang konservatif dan berusaha mendekati Rika. Sementara itu Deddy Soetomo
memerankan Romo Djiwo dan David Chalik memerankan Ustadz Wahyu yang selalu
menjadi penengah dan penetralisir keadaan.
Masyarakat majemuk ( plural societies ), yaitu
suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup
sendiri-sendiri tanpa ada pembaruan satu sama lain yang ditandai oleh adanya
kesatuan sosial berdasarkan atas perbedaan suku bangsa, agama, adat-istiadat,
serta kedaerahan (Nasikun, 1998:29). Seperti yang dilatarkan film ini ada tiga kesatuan sosial yang
tinggal dalam satu lingkungan sosial yang sama. Yaitu, keluarga etnis Tiongkok,
Keluarga Muslim, dan Orang Katholik yang hidup bersama dalam suatu lingkungan
sosial di sebuah pasar yang bernama Soleh.
Film ini juga mencerminkan betapa masyarakat
majemuk memiliki potensi konflik yang sangat kuat. Seperti “konflik sosial,
yaitu konflik yang disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan sosial dari
pihak yang berkonflik” (Ranjabar, 2013:204). Seperti Bentrok yang sering terjadi antar suku
maupun agama, yang dimulai dari hal yang sepeleh hingga berujung perkelahian
bahkan kematian. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ranjabar
(2013:204) tentang masyarakat majemuk sangat rawan dengan konflik yaitu sebagai
berikut:
“Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk,
terjadinya konflik dalam hubungan atau interaksiadalah mungkin, karena
segmentasi dalam bentuk terjadinya kesatuan-kesatuan sosial yang terkait ke
dalam ikatan-ikatan primordial dengan subkebudayaan yang berbeda satu sama lain
sehingga mudah sekali menimbulkan konflik antara kesatuan-kesatuan sosial
tersebut.”
Dalam mengatasi konflik yang terjadi karena kemajemukan masyarakat, film
ini mengungkapkan bahwa kemampuan semua pihak yang berkonflik untuk saling
menyesuaikan diri dengan kepentingan dan nilai pihak lain (Ranjabar, 2013:204).
Hal ini dibuktikan toleransi dan kasih sayang satu sama lain antar umat bergama
maupun kelompok yang pada akhirnya mempersatukan segalanya.
Selain
mecerminkan konflik yang disebabkan struktur masyarakat majemuk, film ini juga
tetap menjaga keseimbangandengan meperlihatkan
betapa indahnya perdamaian dalam suatu keberagaman masyarakat. seperti Keluarga
Tan Kat Sun yang pada akhirnya menjadi lebih rukun. Soleh sudah mendapatakan
sebuah pekerjaan yang ia cita-citakan. Dan surya yang juga telah mendapatkan
pekerjaan yang lebih memadai walapun menjadi seorang aktor dengan peran sebagai
Yesus meski ia beragama Islam. Hal ini juga menandakan bahwa film ini juga
memperlihatkan betapa indahnya perdamaian dalam suatu keberagaman masyarakat.
Setiap manusia memiliki kekurangan dan
kelebihan. Sebagai makhluk sosial kita seharusnya untuk saling melengkapi satu
sama lain. Dalam satu keberagaman bukan konflik yang diharapkan melainkan
bagaimana antara satu sama lain saling melengkapi kekurangan-kekuragan itu
dengan kelebihan yang dimiliki. Seperti yang di angkat dalam film ini bahwa
antara satu sama lain harus saling melindungi. Antara satu sama lain juga
saling mengetahui kelemahan masing-masing maka dari itu harus saling menutupi.
Dan juga saling memperindah dan saling memperkuat gaya tarik satu sama lain.
Film ini juga menjelaskan bahwa manusia tidak
hidup sendirian di dunia ini. Namun manusia dalam kehidupannya harus berjalan
sendiri. Manusia terkadang dipandang sebagai makhluk individual dan terkadang
juga dipandang sebagai makhluk sosial. Walgito
(2013:25) mengatakan bahwa “manusia sebagai makhluk individual, yang
mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri, adanya dorongan untuk mengabdi pada
dirinya sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial, adanya dorongan pada manusia
untuk mengabdi pada masyarakat dan sekitarnya”.
Dan yang terakhir film ini juga menyimpulkan
bahwa dalam kehidupan ini harus ada toleransi terhadap satu sama lain. Dalam
keberagaman masyarakat harus ada rasa saling merhomati satu sama lain.
Terkadang manusia di pandang sebagai makhluk individual dan juga kadang
dipandang sebagai makhluk sosial. Disamping manusia menjalankan
kepentingan diri sendirinya, manusia juga dituntut untuk saling bertoleransi
dengan manusia lainnya dan sekitarnya. Antar manusia satu dan yang lainnya ada
hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Seperti yang ada di film ini,
yang menceritakan bagaimana dampak manusia didalam suatu struktur masyarakat
majemuk tidak bertoleransi dengan manusia lainnya dan apa manfaat apabila
manusia bertoleransi antara satu sama lain. Dengan menimbulkan rasa kesatuan
dalam suatu keberagaman telah membuktikan sebuah kehidupan yang indah, sesuai
dengan semboyan negara Indonesia Bhineka Tunggal Ika.
Dalam menjalani alur kehidupan ini
masing-masing tiap manusia menjalaninya sendiri. Berjalan, berlari, dan
sesekali berhenti. Namun dalam menjalani
alur ini kita dituntut untuk memikirkan manusia disekitar kita, karena semua
alur itu menuju kearah yang sama, mencari hal yang sama, dengan satu tujuan
yang sama.Hingga semakin dekat ke tujuan, manusia semakin menyadari bahwa di
sepanjang jalan yang sudah dilewati ia
tak kan pernah benar-benar sendiri. Manusia selalu bersama apa yang ia cari,
bersama tujuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Nasikun. 1984. Sistem Sosial Indonesia.
Jakarta: PT Grafiti Pers
Ranjabar, Jancobus. 2013. Sistem Sosial
Budaya Indonesia. Bandung : Penerbit Alfabeta
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial
(Suatu Pengantar). Yogyakarta: Penerbit ANDI OFFSET
No comments: